Iklan Baris :
Ingin Pasang Iklan, Klik disini - Ingin Koreksi, Klik Teks ini
Hukrim  

KASUS Meikarta MENGGUNCANG Bisnis JAMES Riady

CitraNews

Selain digugat PKPU oleh rekanan proyek Meikarta dan skandal dugaan suap Meikarta, bisnis Lippo Grup lainnya juga terkena persoalan. Contoh, Cinemaxx—jaringan bioskop milik taipan Mochtar Riady—yang resmi beroperasi pada 2014 digugat oleh PT Plaza Indonesia Realty Tbk. melalui anak usahanya PT Plaza Lifestyle Prima pada Oktober 2017.

Plaza Indonesia melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Tangerang lantaran PT Cinemaxx Global Pasifik, selaku operator Cinemaxx lalai menyelesaikan tunggakan tagihan dan kewajibannya senilai Rp48,29 miliar.

Selain persoalan hukum, beberapa bisnis Lippo Group juga sedang menghadapi masa-masa kritis karena perubahan tren pasar. Berubahnya pola belanja konsumen dan menjamurnya bisnis online, membuat Lippo menutup sejumlah gerai Matahari sepanjang 2017.

Bisnis Lippo Group di Indonesia sangat menggurita. Jumlah perusahaan yang dimiliki Lippo Group sangat banyak. Berdasarkan laporan keuangan PT Lippo Karawaci Tbk., selaku induk usaha Lippo Group, setidaknya memiliki 511 anak usaha. Dari sekian banyak perusahaan yang dimiliki Lippo Group itu, terdapat 13 perusahaan yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia. Sebanyak 13 perusahaan itu bergerak di bisnis properti, asuransi, investasi, ritel dan lainnya.

Dari 13 emiten Lippo Group tersebut, sebanyak sembilan perusahaan mencatatkan kinerja laba bersih yang menurun sepanjang 2017, yakni PT Multipolar Tbk (MLPL), PT Lippo Cikarang Tbk. (LPCK), PT Lippo Karawaci Tbk. (LPKR), PT Matahari Putra Prima Tbk. (MPPA). Selain itu, ada PT Matahari Departement Store Tbk. (LPPF), PT Lippo Securities Tbk. (LPPS), PT Multipolar Tech Tbk. (MLPT), PT Lippo General Insurance Tbk. (LPPS), dan PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk. (GMTD).

Sedangkan emiten Lippo Group yang mencatatkan kinerja laba bersih positif atau naik hanya dua emiten, yakni PT Siloam International Hospital Tbk. (SILO) dan PT Bank National Nobu Tbk. (NOBU) di 2017.

Di sisi lain, kinerja laba bersih dua emiten lainnya, yakni PT First Media Tbk,. (KBLV) yang bergerak di sektor telekomunikasi, dan PT Star Pasific Tbk. (LPLI) yang bergerak di sektor media, masih berkutat di zona merah alias masih merugi.

“Nah, kalau Lippo Group, saya pikir lebih dikarenakan kondisi industri pada masing-masing lini usahanya, terutama bisnis properti dan bisnis ritel,” kata Kiswoyo Adi Joe, Kepala Riset Narada Aset Manajemen kepada tirto.id

Bisnis properti dan ritel merupakan mesin utama pendapatan Lippo Group. Namun, sejak tahun lalu hingga saat ini, upaya Lippo Group meningkatkan kedua bisnis itu tidak mudah. Imbasnya, kinerja kedua bisnis itu melempem.

Lippo Karawaci—induk usaha Lippo Group dan perusahaan yang bergerak di properti—pada 2017 membukukan pendapatan senilai Rp11,06 triliun, naik 1 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp10,96 triliun. Penjualan memang naik, tapi laba bersih yang diraup malah melorot. Lippo Karawaci meraup laba bersih sebesar Rp856,98 miliar sepanjang 2017, turun 30 persen dari pendapatan 2016 yang sempat mencapai Rp1,22 triliun.

Melempemnya kinerja Lippo Karawaci berlanjut di kuartal I-2018. Pendapatan LPKR tercatat Rp2,5 triliun, turun 5,3 persen dari periode yang sama tahun lalu Rp2,6 triliun. Adapun, laba bersih turun 20 persen menjadi Rp180,59 miliar.

Kondisi yang sama juga terjadi di bisnis ritel Lippo Group. Pendapatan Matahari Department Store sepanjang 2017 tercatat naik 1,4 persen menjadi Rp6,52 triliun dari tahun sebelumnya Rp6,43 triliun. Sayangnya, kinerja pendapatan LPPF yang tumbuh positif tidak diikuti laba bersih perseroan. Pada saat yang sama, laba bersih perseroan justru turun 5,44 persen menjadi Rp1,91 triliun dari sebelumnya Rp2,02 triliun.

Selain LPPF, Lippo juga memiliki perusahaan lainnya yang bergerak di ritel, yakni Matahari Putra Prima (MPPA), selaku operator jaringan Hypermart. MPPA justru mencatatkan rugi bersih hingga Rp1,24 triliun. Padahal pada 2016, MPPA masih meraup laba bersih senilai Rp38,48 miliar. Kondisi ini juga tidak terlepas dari melorotnya pendapatan MPPA hingga 7 persen menjadi Rp12,56 triliun dari sebelumnya sebesar Rp13,52 triliun.

Namun, tidak menutup kemungkinan juga kinerja emiten Lippo Group yang menurun disebabkan adanya kesalahan pengelolaan dari manajemen. Hanya saja, perlu waktu untuk dapat membuktikan hal itu. Momen menilai apakah ada kesalahan manajemen atau strategi adalah ketika kondisi industri yang digeluti oleh perusahaan Lippo Group sedang menanjak. Apabila kinerja Lippo Group tidak sejalan dengan industri, baru bisa dikatakan ada kesalahan strategi.+++ cnc/tirto.id

Gambar : Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro menggunakan rompi orange ditahan KPK, Kamis 17 Oktober 2018.