“Yang rugi adalah petani. Tapi suka tidak suka, itu pilihan satu-satunya. Petani tidak bisa menjual langsung komoditinya lantaran terkendala di soal ongkos angkutan. Jika saja ada armada Feri barang komoditi petani bisa menjual langsung kemanapun dia mau”, kata Robert.
Lebih lanjut dikatakan, masyarakat Flores umumnya dan khususnya Kabupaten Sikka, belakangan ini diuntungkan dengan terbangunnya Dermaga/Pelabuhan Feri. Sehingga ada armada ASDP (Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan) dengan mengoperasikan beberapa unit kapal motor penyeberangan (KMP) atau kapal Feri.
Adapun kapal-kapal Feri yang ada terpusat di Kupang sebagai ibukota Provinsi NTT. Dari Pelabuhan Bolok Kupang terbagi rute-rute ke antarpulau di NTT.
Untuk Flores awalnya hanya ada Dermaga Feri Waibalun Larantuka. Armada yang beroperasi dengan rute Bolok – Waibalun. Namun dalam perkembangan Pemerintah dalam hal ini Dirjen Perhubungan Darat merasa perlu pengembangan dermaga. Sehingga bisa membuka layanan dari dan ke wilayah isolasi tapi potensial.
Untuk Maumere, sambung dia, telah ada Dermaga Feri di Kewapante. Dengan tahap awal diujicoba kapal-kapal perintis. Itupun dirasa belum cukup. Karena penumpang manusia dan barang harus ke Larantuka dulu baru ke Bolok Kupang. Itu cukup memakan waktu dan biaya.
“Nah dengan terbangunnya Dermaga Aewige Paga, maka jarak angkutan lebih pendek. Angkutan barang dan orang dari Bira Sulawesi misalnya, dari Kewapante ia langsung ke Paga yang berjarak tempuh hanya sekira 40-an kilometer. Terus dari Paga Flores langsung ke Timor. Daripada harus ke Waibalun Larantuka dengan jarak sekitar 350-an kilometer. Jadi adanya rute Kupang – Paga dia naik Feri dia bisa langsung ke
Sulawesi”, tandasnya.
Politisi NTT di Senayan ‘Bungkam’ Soal Hub Dar
Mengingat posisi NTT wilayah perbatasan antarnegara maka dibutuhkan layanan transportasi darat yang memadai. Guna mendukung lalu lintas perdagangan antara negara Timor Leste dan Indonesia.
