INOSENSIUS Frederik Mui saat diwawancarai Portal berita citra-news.com di Kupang, Selasa 06 Agustus 2024. Doc. marthen radja/citra-news.com
Lay Jeverson: Siswa SMKN 5 Kupang ada yang tinggal di luar Kota Kupang (tidak menerapkan sistem zonasi). Sehingga bantuan uang komite berupa……
Citra News.Com, KUPANG – TERHADAP pungutan, iuran, dan atau apapun namanya yang berasal dari orangtua siswa, harusnya ditiadakan. Apalagi sekolah-sekolah negeri dimana semua biaya penyelenggaraaan pendidikan sudah dibayar oleh negara.
Demikian Inosensius Frederik Mui, Anggota DPRD Provinsi NTT di Kupang, Selasa 06 Agustus 2024.
ADPRD NTT dari Fraksi Nasdem ini menyatakan dirinya sangat peduli dengan dunia pendidikan. Karena menurutnya, hanya melalui pendidikan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sehingga manakala melihat ada ketimpangan dalam penyelenggaraan pendidikan, sebagai wakil rakyat dia akan memperjuangkannya hingga tuntas urusannya.
Berkaitannya dengan pendanaan pendidikan terutama bagi sekolah-sekolah negeri, Fredy menyebut pemerintah telah menganggarkan sejumlah dana.
“Menjadi pertanyaan, untuk apa pihak sekolah negeri terutama SMA/SMK memungut lagi sejumlah dana yang dibebankan ke orangtua siswa (dana komite). Boleh-boleh saja ada pungutan, iuran atau apapun namanya. Asal saja pemfaatannya sesuai peruntukkanya”, kata Fredy.
Dia mencontohkan, bila sekolah A mewajibkan setiap siswa membayar uang komite sebesar Rp 150.000 per bulan. Harus dijelaskan manfaatnya untuk apa saja. Misalkan untuk membayar gaji guru komite. Atau untuk pembiayaan hal-hal kebutuhan yang tidak tercover oleh anggaran negara.
Akan tetapi jika dana komite itu digunakan untuk insentif guru ASN dan atau guru P3K, itu yang tidak boleh. Karena yang namanya PNS itu negara sudah menghitung secara rinci hak-haknya. Selain gaji guru ASN juga dapat tunjangan, ada Kesra, dan lain-lain. Dan itu semua negara/pemerintah sudah mengaturnya.
Kalau jumlah ASN yang ada masih kurang maka kebijakan sekolah mengisinya dengan guru honor komite. Yang tentunya melalui musyawarah dan mufakat bersama pihak komite sekolah.
Jadi besaran uang komite yang dipungut, tegas Fredy, disesuaikan dengan kebutuhan berapa orang guru komite yang ada di sekolah itu. Artinya besaran pungutan uang komite tidak harus sama rata Rp150.000. Bisa kurang dari angka itu tergantung jumlah siswa baru dalam setiap tahun.
Gambar atas: TITUS Nau – Pengurus Komite SMKN 1 Ndoso Manggarai Timur dan para Ortu siawa penggagas SMKN 1 Ndoso (Gbr. bawah). Doc. citra-news.com/editan
Fredy mengomentari hal itu berdasarkan pengalamannya saat terlibat dalam urusan buka unit sekolah baru (USB) di 6 SMAN/SMKN di wilayah Manggarai Raya.
“Selama saya jadi ADPRD NTT sudah ada 6 (enam) unit sekolah negeri baru yang dibangun di wilayah Manggarai Raya. Ada 5 (lima) SMK Negeri dan 1 (satu) SMA Negeri”, kata Fredy.
Dasar pertimbangan buka USB, jelas Fredy, adalah jumlah siswa baru selalu membludak setiap awal tahun ajaran baru. Sementara terbatasnya kapasitas/daya tampung dari sekolah yang ada, termasuk sekolah swasta.