Kika : AMBROSIUS Kodo dan LAY Jeverson. Doc. citra-news.com/editan
Fredy : Apa urgensinya hingga sekolah negeri harus pungut uang Komite sementara ada banyak sumber dana yang mengalir…….
Citra News.Com, KUPANG –LAZIMNYA usai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) setiap sekolah terutama sekolah-sekolah negeri selalu mengadakan rapat bersama orangtua siswa. Agenda rapat komite dimaksud salah satunya pengenaan atau pungutan dana komite bagi siswa yang terdaftar di sekolah tersebut.
Terhadap besaran pungutan dana komite sekolah rata-rat 150.000 per siswa per bulan ini menimbulkan perdebatan panjang. Terutama sekali soal urgensi tidaknya pamanfaatan dana tersebut bagi sekolah yang bersangkutan.
Adalah Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Ambrosius Kodo mengatakan, pungutan bisa dilakukan setelah dilakukan mapping atau pemetaan.
“Kepada para kepala SMK/SMA terutama untuk sekolah-sekolah negeri, saya ingatkan agar pungutan dana komite itu harus didasarkan pada kemampuan ekonomi orangtua siswa. Untuk hal itu harus dilakukan pemetaan atau mapping terlebih dahulu”, kata Ambros di Kupang Rabu lalu.
Mapping dimaksudkan, lanjut dia, untuk mengetahui kemampuan ekonomi orangtua siswa. Ini bisa dibuktikan melalaui surat keterangan dari pihak kelurahan domisili orangtua atau kepala eluarga (KK) yang bersangkutan.
Menurut Ambros ada Kepala sekolah ketika rapat komiteterjebak di mekanisme 50 Plus Satu. Artinya dalam rapat komite ada dua atau tiga orang keterwakilan orangtua setuju dengan hasil rapat komite tersebut lalu dinyatakan sah.
“Ini yang tidak boleh. Karena masih ada banyak orangtua tidak mau bersuara atau mengemukakan pendapat. Nah jika terjadi demikian maka hasil rapat harusnya dikaji kembali. Dan jangan juga terburu-buru membuat berita acara sebelum disampaikan ke kepala dinas”, tegas Ambros.
Seperti diberitakan sebelumnya Pelaksana Harian (Plh) Kepala SMKN 5 Kupang, Jeverson Lay mengatakan pihaknya telah melakukan rapat bersama orangtua siswa (Komite Sekolah). Rapat pada Senin 05 Agustus 2024 ini membahas tentang Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RABS) tahun ajaran 2024/2025.
Lay menjelaskan RABS ini bersumber dari Bantuan Pendanaan Pendidikan (BPP) yaitu dana Komite yang sudah disepakati untuk kelas X, XI, dan Kelas XII dengan besaran Rp 150.000 per siswa per bulan.
Akan tetapi Kadis Ambros mengakui hal itu tidak disampaikan ke Dinas PK Prov.NTT. Makanya terjadi polemik Dia (Plh. Kepala SMKN 5 Kupang, Jeverson Lay) sepertinya sudah terjebak dalam mekanisme 50 plus satu. Karena ada sebagian orangtua yang menyatakan tidak setuju tapi dalam diam atau tidak mau bersuara.
“Sebagai Kepala sekolah mestinya dia peka terhadap suara yang tidak bersuara itu (voice but voiceless). Karena ada orangtua yang tidak mampu secara finansial tapi juga tidak mampu mengungkapkan kesulitannya itu. Itulah yang saya (Ambros Kodo, red) katakan kepala sekolah tidak mampu mendengar suara-suara yang tidak bersuara itu”, tuturnya.
Mengenai angka pungutan rata-rata Rp150.000 per bulan per siswa di beberapa SMAN/SMKN khususnya di Kota Kupang, Ambros mengakui, disana sini memang ada sumbangan pendidikan. Akan tetapi tidak harus sama rata untuk semua siswa.