Beberapa hari lalu saya (Marianus Gaharpung, red) tertarik membaca berita Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Daerah Flores Bagian Timur (Amanda Flobatim). Aliansi ini meminta agar Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) membatalkan SK HGU milik PT. Kris Rama.
Hal itu disampaikan Ketua Harian Pengurus Daerah Amanda Flobatim, Antonius Toni melalui Surat Pengaduan No. 18/PHD.AMAN/FLOBATIM/VIII/2024 tanggal 14 Agustus 2024.
Dalam surat itu, Antonius Toni mengatakan, ada dugaan kuat SK HGU yang diterbitkan Kakanwil BPN NTT No. 1/HGU/BPN.53/VII/2023 tentang pemberian HGU kepada PT. Kristus Raja Maumere (PT. Kris Rama) dan 10 persil/serifikat HGU mengandung cacat administrasi karena belum clean and clear.
Dalam hukum administrasi ada asas contrarius actus yakni pejabat yang menerbitkan surat keputusan maka pejabat tersebut yang membatalkannya. Pertanyaannya apakah Menteri AHY akan memenuhi keinginan Amanda agar SHGU atas nama PT Kris Rama dibatalkan? Rasanya tidak sebegitu gampang seperti yang diperkirakan.
Picik dan Tidak Bermoral
Gaharpung menulis ada sejumlah alasan menjadikan Menteri AHY tidak gampang membatalkan HGU PT Kris Rama. Pertama, Menteri AHY, pasti mempelajari siapa sebenarnya pemohon HGU Tanah Nangahale. PT. Diag, dilanjutkan PT. Kris Rama, apakah usahanya profit orientit yang disamakan dengan PT pada umumnya? Rasanya tidak semuanya tetapi lebih kepada pengembangan misi gereja lokal.
Sejarah pembelian tanah tersebut dari Hindia Belanda, dan ketika lahirnya Undang- Undang Nonor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, maka gereja mengajukan HGU atas nama PT Diag. Setelah berakhir masa HGU, dilakukan pembaharuan SHGU dan penerbitan SHGU yang baru atas nama PT. Kris Rama yang oleh AMAN FLOBATIM dikatakan ada dugaan cacat administrasi sehingga belum clean and clear.
Kedua, Kementrian Agraria dan Tata Ruang termasuk BPN dan/ atau Kantor Pertanahan ketika menerbitkan Surat keputusan menyangkut SHGU sudah pasti berpedoman kepada peraturan- peraturan teknis operasional agraria. Yaitu, Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Pokok Agraria serta Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah. Dalam hal ini, setiap SK pasti berpedoman pada peraturan perundangan- undangan dan asas- asas umum pemerintahan yang baik.