Iklan Baris :
Ingin Pasang Iklan, Klik disini - Ingin Koreksi, Klik Teks ini
Hukrim  

Setya Novanto Disodorkan 7 Fakta Aliran Uang Korupsi E-KTP

CitraNews

Setya Novanto dengan mantap mengayunkan langkah kakinya menuju ruang sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa 24 April 2018. Novanto yang punya nama depan Setya itu harus bolak balik Pengadilan Tipikor lantaran tidak setia dengan jabatannya selaku Ketua DPR RI. Akibatnya sang mantan Ketua DPR RI itu harus menelan pil pahit setelah diduga korupsi triliunan dana pengadaan KTP Elektronik (E-KTP).

 

JAKARTA, citranews.com – TERDAKWA Kasus Korupsi Pengadaan E-KTP, Setya Novanto setelah menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor pada Jumat (13/4/2018) dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa dan penasehat hukum. Pada Selasa, 24 April 2018 Setya Novanto menghadapi sidang pembacaan putusan hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Baca Juga :  LELAKI Ini Ditemukan TEWAS Dalam KMP Cakalang II Lintasan Waibalun Bolok

Novanto merupakan terdakwa keempat yang diadili dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (E-KTP). Sejumlah saksi telah selesai diperiksa. Masing-masing berasal dari unsur pejabat eksekutif dan legislatif. Kemudian, sejumlah pengusaha dan pihak swasta yang diduga mengetahui terjadinya kasus tersebut.

Baca Juga :  LEBU RAYA Mengaku TIDAK TAHU Apa Isi Amplop Itu

Berbagai fakta muncul selama persidangan, mulai dari pembacaan surat dakwaan hingga pembacaan nota pembelaan atau pleidoi.

Sedikitnya ada 7 (tujuh) keterangan penting para saksi pada sidang lanjutan Jumat, 13 April 2018.  Diantaranya pertama, Hotma Sitompoel diberitahu soal peran Novanto.  Advokat Hotma Sitompoel mengaku pernah diberitahu kliennya bahwa proyek E-KTP dikuasai oleh Setya Novanto. Klien Hotma adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tanos. PT Sandipala merupakan salah satu perusahaan anggota konsorsium pemenang lelang proyek e-KTP.

Baca Juga :  Sadis, YEREMIAS Meninggal TERTINDAS Pohon DIBAKAR Frans Almet

Kedua, Saran LKPP ditolak Kemendagri. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) menemukan fakta bahwa Kementerian Dalam Negeri hanya menggunakan sistem informasi pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-procurement) pada tahap penawaran, saat proyek pengadaan E-KTP. Sementara, proses lanjutan lainnya dilakukan secara manual.