Karena mereka merasa sudah selesai ujian akhir. Meskipun pengumuman hasil kelulusan baru terlaksana sekitar tanggal 6 Mei nanti. Iya, tidak tatap muka, tapi pengumuman hasil kelulusan melalui online.
“Untuk hasilnya nanti. Tapi mereka merasa bahwa kami tanggalkan kenangan di hari terakhir kami mengenakan seragam putih abu-abu”, tandasnya.
Mereka merasa bahwa hari ini kami sudah terlepas dari ikatan sekolah. Yang dirasakan selama tiga tahun mereka “terbelenggu” oleh aturan sekolah. Hari ini sudah bebas segalanya termasuk seragam putih abu-abu.
Safirah menyebut ada 462 siswa Kelas XII dari 9 (sembilan) program keahluan mendapatkan sebuah kenangan yang bermakna edukatif.
“Jadi ini sebuah edukasi yang kami berikan ke anak-anak. Pasti di luar sana ada yang tersentuh dengan hal-hal negatif. Akan tetapi minimal kami sudah mengelimir. Daripada mereka harus ‘kumpul keluarga’ untuk beli Miras lalu corat-coret pakaian seragam mereka”, ungkap Safirah.
Kami dari sekolah kerjsama dengan satuan Brimob NTT menyiapan dua tangki air si mobil Water Canon milik Brimob. Tapi saat aksi hari ini dirasa kurang maka siswa berinisiatif ‘kumpul keluarga’ beli tambah air tangki.
Makannya semua siswa Kelas XII pulang dengan basah kuyup, loyo dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Jalau tidak kan pasti baju seragam mereka penuh dengan coretan, mabuk-mabukan dan konvoi sana-sini. Itukan sangat menggaggu kenyamanan masyarakat sekitar.
“Jadi berangkat dari pengalaman ditambah dengan kondisi kekinian, membuat kami harus tempuh cara unik ini tapi bernuansa mendidik. Dan ini kami koordinasikan dengan Komite Sekolah”, pungkasnya. +++ marthen/citra-news.com.
