Adapun Berita Acara Rapat tersebut ditandatangani oleh 4 (empat) orang perwakilan Ortu siswa Kelas X. Dan salah satu Ortu diantaranya bernama belakang Abineno.
Usai tanda tangan BA oleh perwakilan Ortu dan Pengurus Komite, rapat dilanjutkan dengan agenda Lain-lain berupa usul/saran.
Adalah Domi Wadu, dia mengemukakan banyak hal. Diantaranya menyangkut sanksi dari sekolah jika siswa tidak membayar iuran komite. Juga soal pengadaan seragam praktek untuk siswa.
Rupanya point yang ditanyakan sudah dibahas dalam rapat awal. Akibatnya mengundang teriakan para Ortu dari luar ruangan.
“Dari tadi itu pengurus Komite sepakat untuk tahan saja ijazah itu siswa yang sonde (tidak) bayar. Itu setuju dong (mereka) pengurus komite yang duduk di dalam. Betong (kita) Ortu yang laen sonde (lain tidak) setuju. Koq sekarang tanya ulang lai (lagi)”, kata salah satu Ortu diantara kerumunan di pojok salah satu pintu Aula Rapat.
Ada juga usul saran dari seorang ibu yang konon adalah guru SMKN 5 Kupang. Dia menohok soal pungutan komite tersebut tidak punya dasar hukum yang tetap.
Dia juga menyinggung masa Kepengurusan Komite SMKN 5 Kupang. Oleh karena masa kepengurusan komite sudah mau berakhir maka disarankan BA tersebut sebaiknya dibatalkan.
Budaya Transparansi
Gonjang-ganjing pandangan Ortu perihal BPP dimaksud berbuntut penjelasan obyektif dari Plh. Kasek SMKN 5 Kupang.
Lay membeberkan, target penerimaan dana BPP setahun Rp 2, 400 juta (Dua miliar empat ratus juta rupiah). Atau yang dibayarkan per siswa per bulan sebesar Rp 150.000 (seratus limapuluh ribu rupiah).
Sementara total jumlah siswa Kelas X, XI, dan Kelas XII sebanyak 1.113 orang. Ini kalau dikalikan dengan 150 ribu/bulan dikali 12 bulan. Iya, hasilnya kurang dari Rp 2, 400 juta. Padahal total kebutuhan pembiayaan setahun untuk SMKN 5 Kupang Dua Miliar Empat Ratus Juta.