“Kami mengalami diskriminasi yang luar biasa. Dan ini tercermin dalam berbagai bentuk. Misalkan keberpihakan anggaran pemerintah lebih mengutamakan sekolah-sekolah negeri daripada sekolah swasta. Kebijakan-kebijakan khusus seperti PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) pada tahun ajaran (TA) 2017 dan TA 2018 juga lebih memprioritas sekolah-sekolah negeri Sekolah-sekolah swasta dilupakan,”tegasnya.
Padahal dengan jumlah siswa yang cukup di sekolah swasta, kata Winston, merupakan urat nadi eksis tidaknya sekolah-sekolah swasta. Karena dari SPP bisa dipakai untuk bisa bayar gaji guru, bisa biayai kebutuhan operasional sekolah. Adanya sistem PPDB yang diterapkan pemerintah dimana mengambil alih semua siswa maka jumlah siswa di sekolah swasta semakin menurun. Padahal aturan pemerintah dimana ada sekolah siswa yang jumlah siswanya hanya 20 atau 30 orang saja maka lembaga sekolah yang ada bisa terancam untuk ditutup.
“Ini yang menjadi Litani Perjuangan sekolah swasta di NTT hari ini. Karenanya kami berharap pemerintah untuk lebih adil, lebih terbuka, dan lebih komitit dalam melihat kami di sekolah-sekolah swasta. Kami juga anak Kandung di Republik ini,”ungkap Winston.
Pemerintah Memonopoli Aturan
Romo Kornelis Usboko, selaku Ketua Panitia Pelaksana Gebyar SMA/SMK Swasta se-NTT mengatakan, HUT Sumpah Pemuda ke-90 tanggal 28 Oktober 2018 adalah momentum untuk menggerakan sekolah-sekolah swasta SMA/SMK se-Provinsi NTT untuk melakukan beberapa kegiatan.
Salah satu kegiatan adalah Seminar Pendidikan yang berthemakan, Peran Sekolah Swasta Dalam Membangun Pendidikan di NTT. Seminar ini akan menghadirkan 300-an undangan. Dimana salah satu pembicara adalah Gubernur NTT, VIKTOR Bungtilu Laiskodat Pada acara gebyar ini juga akan dipamerkan keunggulan-keungulan yang dimiliki SMA/SMK Sawasta.