Iklan Baris :
Ingin Pasang Iklan, Klik disini - Ingin Koreksi, Klik Teks ini
Sosbud  

PANCASILA Keluar Pertama Kali dari Mulut SOEKARNO

CitraNews

Namun kerendahan hati Sukarno itu dianggap tidak cukup oleh rezim Orde Baru, bahkan dimanfaatkan untuk mengecilkan peranan Si Bung. Fakta bahwa Sukarno yang paling rinci menyodorkan rancangan Pancasila, bahkan dialah yang menyebut istilah Pancasila untuk kali pertama, diabaikan.  Dan penemuan Salinan Notulensi BPUPKI (Badan Usaha Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia  itulah sebagai Titik Balik Mengenai Pancasila.

Diskursus menemukan titik balik saat salinan notulensi BPUPKI yang disimpan Yamin ditemukan di Solo dalam koleksi pribadi keluarga Yamin. Temuan itu membuat tiga jilid buku Yamin dapat ditinjau ulang berdasar dokumen primer. Puncaknya saat salinan notulensi yang dirampas Belanda dikembalikan kepada Indonesia pada 1994.

Dari sanalah A.B. Kusuma, yang pada awalnya ikut menyunting buku Risalah Sidang BPUPKI/PPKI terbitan Sekretariat Negara, menerbitkan buku berjudul Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 dengan tebal 671 halaman.

Berdasarkan penelusurannya, Kusuma berkesimpulan bahwa Yamin tak memberikan pidato seperti yang ditulis di buku Naskah Persiapan yang disusun Yamin sendiri. Dalam bukunya, ia memuat pidato Yamin yang asli yang hanya sekitar dua halaman saja. Pidato itu diperkirakan hanya menelan tidak lebih 20 menit saja. Ini sesuai dengan kesaksian Hatta.

Dari salinan notulensi yang sudah ditemukan itu diketahui bahwa Yamin membesar-besarkan peranannya dalam perumusan Pancasila. Mustahil Yamin berpidato sepanjang itu karena ada tujuh pembicara yang berpidato pada 29 Mei dan semuanya (termasuk Yamin) menghabiskan waktu 120 menit.

Baca Juga :  BENCANA Angin ‘Mendera’ EMPATI Wagub JOSEF

Diketahui juga kalau Soepomo tidak mengajukan lima rumusan dasar negara, melainkan mengajukan lebih banyak poin. A.B. Kusuma mengatakan bahwa usaha Nugroho untuk menjelaskan bahwa Soepomo juga sudah mengajukan lima sila sebagai rancangan dasar negara sebagai berlebihan.

Berdasarkan salinan asli notulensi sidang BPUPKI/PPKI, terlihat cukup jelas bahwa Sukarno adalah satu-satunya yang punya rumusan komprehensif dan menyeluruh. Sukarno pula satu-satunya orang yang dalam sidang BPUPKI sudah menyebut kata “Pancasila”. Lagi pula, Sukarno pun memang hanya mengajukan lima sila, tidak lebih dan tidak kurang.

Bahwa redaksional, atau susunan kalimat versi Sukarno, tidak sama persis dengan lima sila seperti yang kita kenal sekarang itu memang benar. Bahwa Sukarno juga menawarkan versi ringkas Pancasila, dari lima menjadi tiga, kemudian menawarkan satu sila sebagai saripatinya, yaitu “gotong royong”, itu juga benar. Tapi cukup jelas betapa lima sila yang ditawarkan Sukarno pada 1 Juni 1945 menjadi sumber utama, bahkan satu-satunya, yang lantas diadopsi menjadi Pancasila sebagaimana disahkan pada 18 Agustus 1945 dalam sidang PPKI.

 

Desukarnoisasi ala Orde Baru

Desukarnoisasi, yang sudah jadi praktik politik sejak Orde Baru berkuasa, sampai juga pada soal mendasar mengenai konstitusi dan dasar negara. Di masa Orde Baru, “sejarah itu (tentang peran Yamin) juga digunakan untuk mengecilkan peran Soekarno dan membesarkan peran Soeharto. Upaya yang dilakukan oleh Nugroho Notosusanto untuk menjadikan Sukarno bukan penggali Pancasila, termasuk dalam konteks ini.

Baca Juga :  KASEK Bethan Tawarkan STRATEGI Cerdas Dongkrak MUTU Sekolah

Sebagaimana kita ketahui, peringatan hari lahirnya Pancasila telah ditiadakan sejak tanggal 1 Juni 1970,” tulis Asvi Warman Adam dalam Pelurusan Sejarah Indonesia (2007: 7). Artinya, 20 hari sebelum Sukarno meninggal dunia.

Tak hanya Hari Kelahiran Pancasila yang ditiadakan sejak 1970. Lembaga andalan Soeharto, Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), juga bertitah pada 23 September 1970 bahwa segala ajaran Sukarno dan peringatan hari kelahirannya dilarang.

Hari perayaan terkait Pancasila di masa Orde Baru tentu saja Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober tiap tahun. Hari kelahiran Pancasila, yang sebelumnya diperingati tiap 1 Juni, jadi tidak penting.

“Muhammad Yamin yang mengaku telah melampirkan pada pidatonya pada 29 Mei lima dasar mirip Pancasila Bung Karno, tidak tidak dapat diterima. Tak ada seorang pun saksi yang mendukung bahwa Yaminlah sesungguhnya sebagai pencetus Pancasila,” tulis Ahmad Syafi’i Maarif dalam Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan: Sebuah Refleksi Sejarah (2009: 137). Menurut Syafi’i, pidato itu adalah “selundupan.”

Meski begitu, Nugroho Notosusanto percaya Pancasila adalah gagasan Yamin. Isu Yamin sebagai penggagas Pancasila merebak setelah Nugroho Notosusanto menyusun Naskah proklamasi jang otentik dan rumusan Pantjasila jang otentik (1971) terbitan Pusat Sedjarah ABRI. Beberapa tahun kemudian, Nugroho menulis lagi soal Pancasila dalam Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara (1985) terbitan Balai Pustaka.

Baca Juga :  WARGA Kota Kupang JANGAN Kwatir HARGA dan KEBUTUHAN Pokok AMAN

Patokan Nugroho Notosusato adalah Muhammad Yamin-lah yang pertama mengucapkannya, meski menurut Hatta itu cuma diucapkan dalam rapat kecil. Meski begitu, di mata pemerintah Orde Baru, “Yang dianggap pertama kali merumuskan materi Pancasila, ialah Mr. Muh. Yamin, yang pada tanggal 29 Mei 1945 di dalam pidatonya mengemukakan lima Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia,” seperti tercatat dalam Sejarah Nasional Indonesia: Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia (1975: 18) rilisan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Penghilangan peran Sukarno dalam sejarah Pancasila sebagai dasar negara ini tidak begitu berhasil, meski tentunya ada saja orang yang percaya pada Yamin atau Nugroho. Syafi’i menyebut, “Desukarnoisasi telah dilakukan dengan cara sembrono, khususnya menyangkut dasar negara ini.”

Usaha ini adalah usaha membunuh Sukarno setelah kematiannya. Sejarawan Jacques Lecrec menyebut Sukarno dibunuh dua kali; sementara Asvi Warman Adam menyebut Sukarno dibunuh tiga kali oleh Orde Baru, salah satunya lewat penghilangan perannya dalam sejarah.

Sejarah Orde Baru sendiri berada di tangan Nugroho Notosusanto, yang juga punya pengaruh besar dalam penulisan sejarah Indonesia versi pemerintah. Nugroho adalah brigadir jenderal TNI yang pernah jadi pimpinan Pusat Sedjarah TNI dan mantan penulis prosa fiksi. Di luar itu, ia pernah menjabat Rektor Universitas Indonesia tahun 1982-1983 dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1983-1985. +++ cnc/tiro.id

Gambar : Mozaik Soekarno (doc. CNC/tirto.id)