Menurut dia, pihaknya selalu berkoordinasi dan mensinergiskan program kegiatan bersama UPT dinas yang tersebar di 22 kabupaten/kota se-Provinsi NTT. Gerakan penghijauan secara massif ini kami lakukan untuk menyadarkan sekaligus mengajak masyarakat untuk terus-menerus melestarian hutan dan lingkungan hidup yang ada di sekitarnya. Dengan menanami aneka jenis tanaman kayu-kayuan dan non kayu. Setelah tanam rawat dia sampai hidup dan lestarikan.
Pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas LH dan Kehutanan pada prinsipnya memberikan kesempatan seluas-seluasnya kepada semua elemen masyarakat untuk memanfaatkan perhutanan social yang ada. Dengan pemanfaatan jasa lingkungan ada, kata Kapitan, sekaligus juga mengedukasi masyarakat untuk ikut mengkampanyekan gerakan go green. Artinya memberikan kebebasan yang bertanggung jawab dengan tidak menyalahgunakan fungsi hutan kawasan yang ada.
Tiga Pilar Harus Saling Sinergis
Dalam skema perhutanan social, sebut Kadis Kapitan, ada tiga pilar yang saling terkait satu diantara yang lain. Yakni pemerintah, masyarakat, dan jasa lingkungan (Jasling) yang ada. Pemerintah selaku pembuat kebijakan seyogiayanya memberikan ruang kebebasan bagi masyarakat untuk berekspresi dengan inovasi-inovasi dan berkreasi secara positif. Apakah dengan menanam tanaman umur panjang atau dengan tanaman semusim dan tanaman holtikultura di dalamnya. Masyarakat yang peduli terhadap jasa lingkungan adalah masyarakat yang ikut merasa memilikinya.
“UPT KPH sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah provinsi turut mengawasi masyarakat untuk tidak boleh membuat sertifikat hak perorangan. Masyarakat boleh menggunakan jasa lingkungan diberikan jangka waktu maksimal 35 tahun,”tegasnya.