Iklan Baris :
Ingin Pasang Iklan, Klik disini - Ingin Koreksi, Klik Teks ini
Sosbud  

Mengapa Paskah Selalu Diperingati di Tanggal yang Berbeda?

Astronomi dan Bintang Betlehem

Menjelang Natal 1603, melalui observatoriumnya di Praha, astronom Johannes Kepler mengamati terjadinya konjungsi planet Jupiter dan Saturnus. Konjungsi merupakan istilah astronomi untuk peristiwa dua atau lebih benda langit yang tampak sejajar di langit.

Bagi Kepler, konjungsi Jupiter dan Saturnus itu spesial karena terjadi di bagian langit di mana rasi Pisces muncul. Menurut kepercayaan orang Yahudi, peristiwa tersebut merupakan penanda datangnya Sang Juru Selamat.

Kepler yakin peristiwa serupa terjadi pada masa lampau. Berdasar perhitungannya, pada 7 SM terjadi konjungsi planet Jupiter dan Saturnus di langit bagian rasi Pisces muncul. Kemudian, pada 6 SM, konjungsi juga terjadi lagi di bagian langit yang sama dan kali ini antara Mars, Jupiter, dan Saturnus.

Setahun kemudian, 17 Oktober 1604, Kepler mengamati penampakan sebuah supernova (ledakan bintang) yang cukup terang sehingga bisa diamati sepanjang malam dan bahkan terlihat keesokan paginya. Kepler pun terus mengamati fenomena itu hingga supernova tersebut redup sekitar satu tahun kemudian.

Kepler yakin konjungsi planetlah yang menyebabkan supernova. Ia menduga muncul supernova setelah konjungsi planet pada 7 dan 6 SM yang diamatinya itu. Dan bintang Betlehem yang menyertai kelahiran Yesus, dalam keyakinan Kepler, merupakan sebuah supernova.

Sayangnya keyakinan Kepler itu mesti pupus. Para astronom modern kemudian mengerti bahwa posisi planet dan supernova yang jauh itu tidak saling berkaitan dan bahkan tidak saling memengaruhi. Jadi anggapan Kepler salah.

Baca Juga :  PENDIDIKAN, Alat Untuk MEMBEDAKAN Manusia Dengan Binatang

Selain itu, ada yang mengklaim, berdasarkan naskah-naskah Cina kuno yang mencatat fenomena benda langit, telah terjadi supernova pada 5 SM dan 4 SM. Namun klaim ini terbantahkan karena yang dimaksud bukan supernova, melainkan hui-hsing (bintang sapu) dan po-hsing (bintang kabur).

Meski secara harfiah diartikan “bintang”, namun ia lebih tepat disebut komet. Dalam berbagai tradisi, komet, meteor, dan gerhana merupakan benda-benda langit yang dianggap sebagai pertanda buruk dan karenanya tidak pas menjadi kandidat bintang Betlehem yang dianggap penanda suka cita kelahiran Sang Juru Selamat.

 Lihatlah ke Langit

Usaha pencarian terhadap keberadaan bintang Betlehem pun dilakukan dengan astrologi. Namun, sebelum beranjak ke ranah tersebut, Weintraub menjelaskan, dalam pengamatan benda langit, penting untuk membedakan antara bintang dan planet.

Cara membedakannya sederhana. “Di langit, bintang tetap berada di tempat mereka. Ia hanya terbit dan terbenam setiap malam, tetapi tidak bergerak secara relatif satu sama lain. Itu berbeda dengan planet-planet yang bergerak (relatif terhadap satu sama lain), seolah mengembara melalui bintang-bintang yang tetap itu,” sebut Weintraub.

Selain itu, baik planet, matahari, dan bulan bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Hal itu menyebabkan pergerakan mereka di langit tampak saling mendahului dan tumpang tindih.

Baca Juga :  PSK Berkeliaran HIV Aids Menjalar

Konsekuensinya, kadang-kadang matahari dan planet terbit di lokasi horizon yang sama sehingga planet tampak lenyap karena terhalangi cahaya matahari. Dan, ada kalanya juga ketika keduanya terbit cukup berjauhan sehingga memungkinkan mata manusia melihat cahaya dari planet tersebut. Dalam astrologi, peristiwa planet muncul kembali untuk pertama kalinya dan muncul di langit pagi beberapa saat sebelum matahari terbit setelah terhalangi cahaya matahari selama berbulan-bulan disebut “heliacal”.

Dengan menelaah studi yang dilakukan astronom Rutgers University Michael R. Molnar, The Star of Bethlehem: the Legacy of the Magi (1999), Weintraub menjelaskan kata “di timur” yang dimaksud dalam Injil Matius merupakan terjemahan harfiah dari frasa “en te anatole” dalam bahasa Yunani.

Frasa tersebut merupakan istilah astrologi Yunani Kuno untuk menyebut peristiwa heliacal.

“Secara khusus, kemunculan kembali planet seperti Jupiter dianggap astrolog Yunani Kuno sebagai simbol penting bagi siapa saja yang lahir pada hari itu. Dengan demikian, “bintang-Nya di timur” mengacu pada peristiwa astronomi dengan makna astrologi dalam konteks astrologi Yunani kuno,” sebut Weintraub.

Selain kata “di timur”, Weintraub juga menjelaskan bahwa kata “berhenti di atas” yang terdapat dalam kalimat “bintang yang mereka lihat di timur itu mendahului mereka hingga tiba dan berhenti di atas tempat dimana Yesus berada” juga mesti dipahami dalam konteks astrologi Yunani Kuno.

Baca Juga :  Aplikasi PAPA-PD Hindari Dugaan PUNGLI di Sekolah

Menurut Weintraub, kata “berhenti di atas” merupakan terjemahan dari kata “epano” dalam bahasa Yunani. Dalam astrologi Yunani Kuno, istilah tersebut digunakan merujuk peristiwa sebuah planet berhenti bergerak dan mengubah arah: yang semula bergerak ke arah barat menjadi ke arah timur.

“(Secara astronomis) hal ini terjadi ketika Bumi yang mengorbit matahari lebih cepat dari Mars, Jupiter, atau Saturnus sehingga ia mendahului planet tersebut,” sebut Weintraub.

Weintraub mencatat, pada 17 April 6 SM, terjadi heliacal Jupiter pada pagi hari dan berlangsung hingga 19 Desember 6 SM ketika planet itu berhenti bergerak ke barat. Ia diam sebentar, dan mulai bergerak ke timur.

Menurut Weintraub, Molnar percaya tiga orang majus adalah para astrolog. Mereka juga tahu nubuat Perjanjian Lama yang menyatakan seorang raja baru akan lahir dari keluarga Daud. Jika tiga orang majusnya Matius benar-benar melakukan perjalanan untuk mencari raja yang baru lahir, bintang Betlehem itu tidak membimbing mereka, ia hanya memberi petunjuk waktu yang tepat untuk berangkat.

“Matius menulis itu untuk meyakinkan pembacanya bahwa Yesus adalah Sang Juru Selamat. Dengan menyematkan petunjuk astrologis dalam Injilnya, dia percaya kisah bintang Betlehem akan menjadi bukti yang meyakinkan para pembacanya,” sebut Weintraub. +++ cnc/web

 

Penulis : Husein Abdulsalam

Edditor : marthen radja/cnc