Iklan Baris :
Ingin Pasang Iklan, Klik disini - Ingin Koreksi, Klik Teks ini

NOSTALGIA Politik Partai BERKARYA dan PDI Perjuangan

CitraNews

Tommy mengatakan Partai BERKARYA ingin memperbaiki keadaan Indonesia setelah melalui 20 tahun reformasi. Menurutnya, pemerintah Indonesia sekarang punya utang yang begitu besar, sementara peningkatan kesejahteraan rakyat jalan di tempat. Masyarakat, menurut Tommy, kini merindukan keadaan semasa Presiden Soeharto.

“Keadaan nasionalnya. Ekonomi yang bertumbuh begitu baik. Cari pekerjaan mudah. Terus, harga-harga barang lebih terjangkau,” sebut Tommy.

Sindrom Amat Rindu Soeharto

Nostalgia “rindu Soeharto” semacam itu bukan fenomena baru. Ia sempat menjadi perbincangan jelang Pemilu 2004, enam tahun setelah Soeharto lengser.

Saat berkampanye di Yogyakarta, Ketua Umum PKPB (Partai Karya Peduli Bangsa)  Jenderal R. Hartono menyatakan diri sebagai antek Soeharto. PKPB pun mencalonkan Siti Hardiyanti, anak pertama Soeharto yang akrab disapa Tutut, sebagai calon presiden.

“Buktinya, di zaman Pak Harto kita berhasil mengekspor beras. Namun sekarang kita justru mengimpor beras dari negara yang pernah kita bantu beras, yakni Vietnam. Kalau kemudian ditanya siapa yang salah, yang salah adalah kita semua karena membiarkan Pak Harto diturunkan,” ujar Hartono, seperti dilansir Tempo.

Meski didirikan pada waktu yang berbeda, baik PKPB dan BERKARYA sama-sama secara terang-terangan mengatakan. era sekarang ini tak lebih baik ketimbang Orde Baru. Kembali menerapkan gagasan Soeharto adalah kunci pembuka penyelesaian masalah yang kini melanda Indonesia.

Dirk Tomsa menuliskan sebagian besar orang Indonesia jelang Pemilu 2004 memandang Megawati dan Gus Dur tidak berhasil menumbuhkan perekonomian. Di era keduanya menjabat presiden, korupsi semakin terdesentralisasi ke daerah-daerah. Sementara kekerasan etno-religius dan separatis pun terjadi, seperti tragedi Sampang, Gerakan Aceh Merdeka, atau Bom Bali I dan II. Juga seabrek peristiwa bom lainnya di tanah air.

Baca Juga :  FESTIVAL Ajang Memasyarakatkan Tanaman KELOR

Nyatanya, hasil Pemilu 2004 membuktikan SARS tidak seseram namanya. PKPB hanya memperoleh 2,11 persen suara nasional atau 2 kursi di DPR. Partai yang didirikan pada 9 September 2002 itu tampak tidak mampu menunggangi sentimen rindu Soeharto dengan baik atau memang hanya segelintir orang Indonesia saja yang merindukan Soeharto.

Baca Juga :  Camat ALEX Sodorkan GEMAS Usia Dini di Tabungan SIMPEL Bank NTT

Justru Golkar yang lihai memanfaatkan sentimen tersebut. Pada Pemilu 2004, Golkar memperoleh 21,58 persen suara nasional. Persentase tersebut membuat Golkar menempati urutan kedua klasemen perolehan suara Pemilu 2004 setelah PDI Perjuangan.

Lembaga Survei Indonesia (LSI) meluncurkan makalah “Kecenderungan Pemilih dan Peluang Golkar dalam Pemilu 2004” pada 2003. LSI menyebutkan bahwa bagi masyarakat, Orde Baru menyimbolkan kemakmuran ekonomi dan stabilitas domestik. Sementara Golkar, sebagai kendaraan politik Soeharto yang pernah ada dimana-mana dan memenangi pemilu-pemilu sebelumnya, dipandang sebagai satu-satunya partai yang kompeten membawa kejayaan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas selama Orde Baru.

Baca Juga :  Prof Fred Benu Ungkap FAKTA Sejumlah KEMAJUAN Bank NTT

“Kenyataan bahwa orang-orang mampu membedakan antara penyalahgunaan kekuasaan secara masif oleh keluarga (dan kroni) Soeharto dan peran positif Golkar adalah bukti bahwa partai tersebut cukup berhasil dalam memisahkan diri dari citranya sebagai alat Soeharto,” sebut Tomsa (halaman 111).

 

Nostalgia Sepanjang Masa

Secara harfiah, istilah nostalgia berakar dari kata Yunani Kuno, nostos (rindu pada rumah dan kampung halaman) dan algos (rasa sakit). Pada mulanya nostalgia dianggap dokter asal Swiss Johanes Hofer sebagai penyakit. Anggapan yang muncul pada abad ke-17 tersebut menyatakan nostalgia bisa disembuhkan dengan opium dan sebuah wisata ke pegunungan Alpen.

Beranjak dari anggapan tersebut dan fenomena rindu Soeharto, tampaknya nostalgia kini maknanya berubah. Ia bukan penyakit, tetapi obat yang mampu “menyembuhkan” permasalahan sosial dan politik.