Iklan Baris :
Ingin Pasang Iklan, Klik disini - Ingin Koreksi, Klik Teks ini

PANCASILA Lahir 1 Juni 1945, Fiksi atau Fakta?

CitraNews

Gonjang-ganjing lahirnya Pancasila Dasar Negara mulai terkuak pada awal 1975. Ketika itu kakek bintang film Dian Sastrowardoyo, Sunario Sastrowardoyo, bersama mantan Wakil Presiden Mohamad Hatta, A.G. Pringgodigdo, Ahmad Subardjo, dan A.A. Maramis duduk dalam Panitia Lima. Hatta adalah ketua dari Panitia Lima itu.

“Ada beberapa kurang pengertian di dalam masyarakat tentang lahirnya Pancasila. Ditanyakan tentang hari lahir apakah benar 1 Juni 1945. Pertanyaan ini adalah dalam hubungan, karena dalam buku Profesor Yamin, Naskah Persiapan Penyusunan UUD 1945, Yamin mengucapkan pidato pada 29 Mei 1945 antara lain isinya berkaitan dengan Pancasila,” kata Sunario di sidang Panitia Lima tanggal 10 Januari 1975, seperti dikutip dalam Pancasila Budaya Bangsa Indonesia (1993) yang disusun P.J. Suwarno.

“Tidak benar, Bung Yamin agak licik, sebenarnya pidato itu adalah yang diucapkan dalam pidato Panitia kecil. Bung Karnolah satu-satunya yang tegas-tegas mengucapkan philosofische gronslag (dasar pemikiran) untuk negara yang akan dibentuk, yaitu lima sila yang disebut Pancasila,” kata Hatta.

Hasil kerja Panitia Lima itu pun diserahkan ke Presiden Soeharto pada 23 Juni 1975 di Bina Graha, lima tahun setelah Hari Pancasila 1 Juni ditiadakan atau 30 tahun setelah Pancasila lahir. Sementara Yamin sudah wafat pada 17 Oktober 1962 dan sudah jadi Pahlawan Nasional pula di zaman Soekarno.

Baca Juga :  Di Provinsi NTT Hanya Kabupaten SIKKA Meraih PIAGAM WTP

Dokumen Negara yang Hilang dan Manipulasi Sejarah

Hilangnya sebuah arsip, yang ternyata disimpan Mohammad Yamin sebenarnya cukup mengacaukan pengajaran sejarah. Ini bukan satu-satunya arsip yang hilang di Indonesia. Padahal arsip tersebut arsip penting (sejarah) negara Republik Indonesia.

Tidak ada yang aneh dari hilangnya, atau tidak jelasnya keberadaan, dokumen laporan Tim Pencari Fakta (TPF) Munir. Ya, tidak ada yang aneh. Ini hal biasa saja bagi Indonesia. Dokumen TPF Munir bukan satu-satunya dokumen penting negara yang ketlingsut entah di mana. Ada sejumlah dokumen penting lain yang keberadaannya sempat tak diketahui, beberapa di antaranya bahkan belum ditemukan sampai sekarang.

Salah satu contoh yang bisa diajukan adalah hilangnya notulensi rapat-rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dokumen notulensi itu sangatlah penting, amat penting bahkan, karena memuat laporan rinci tentang segala perdebatan yang terjadi dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI yang sedang merancang konsep berbangsa dan bernegara. Dari sanalah publik bisa mengetahui perdebatan, perselisihan, dan konsensus yang terjadi di balik kelahiran konstitusi Indonesia: Undang-Undang Dasar 1945.

Baca Juga :  Dari SOPIA hingga Mesin VNS, Begini Penjelasan NAZIR Abdullah

Dua salinan itu berisi berbagai dokumen persidangan, salah satunya adalah notulensi perjalanan sidang yang dibuat oleh dua stenografer. Notulensi itulah yang menjadi naskah paling otentik karena begitu rinci melaporkan sidang. Semua pidato, diskusi lisan, perdebatan, hingga tawa dan tepuk tangan peserta sidang pun dicatat dengan rapi.

Dokumen itu hilang, atau tidak diketahui rimbanya, selama kurang lebih 30 tahun. Dari dua salinan notulensi, salinan pertama yang disimpan oleh Abdoel Karim Pringgodiggo dirampas Belanda dalam Agresi Militer II pada 19 Desember 1948. Salinan itu diterbangkan ke Belanda dan menjadi koleksi arsip Algemeene Secretarie Nederlandsch Indie pada Algemeene Rijksarchief di Den Haag. Salinan yang lain berhasil selamat dari perampasan dan disimpan oleh Abdul Gaffar Pringgodigdo dan menjadi koleksi pribadi.

Baca Juga :  Menuju SDM UNGGUL Kemenhub Gelar Diklat Pember

Duo Pringgodigdo di atas memang kakak beradik yang berlatar belakang pendidikan hukum. Abdoel Gaffar (A.G. Pringgodigdo) adalah anggota BPUPKI, menjabat sebagai sekretaris Ketua BPUPKI yang dijabat oleh Radjiman Wedyodiningrat. Sedangkan adiknya, Abdoel Karim (A.K. Pringgodigdo), menjadi bagian dari delegasi Indonesia di berbagai perundingan penting dengan Belanda. Keduanya pernah menjabat sebagai menteri, baik selama periode 1945-1950 maupun sesudahnya.

Ketika arsip yang dibawa Mohammad Yamin tak bisa diakses sejarawan atau publik, maka sejarah soal BPUPKI tak bisa diungkap dengan baik. Hingga bisa menimbulkan kerancuan di masyarakat juga di lingkungan akademis. Soal kapan hari Pancasila, apakah tanggal 1 Juli atau 29 Juli pun bertahun-tahun lamanya menjadi sulit dijelaskan.  Arsip soal BPUPKI ini bukan satu-satunya arsip yang hilang di Indonesia. Naskah proklamasi pun sempat “hilang”.

Dalam buku BM Diah Wartawan Serba Bisa (1997), Toeti Kakiailatu menyebut bahwa BM Diah memungut kertas hasil coret-coretan rancangan naskah proklamasi tersebut dari tong sampah tak lama setelah naskah proklamasi selesai dirumuskan. Tak ada ada yang sadar akan pentingnya kertas itu.