“Oleh karena itu, penting para capres dan cawapres memaparkan pandangannya terkait politik hukum hukuman mati, bagaimana pemerintahan ke depan menyusun peta jalan penghapusan hukuman mati,” ujar dia.
Sedangkan mengenai isu intoleransi, Ricky berpendapat isu ini patut dibahas dalam debat Pilpres 2019 karena dalam beberapa tahun terakhir Indonesia menghadapi masalah tersebut. Menurut dia, ekskalasi kasus-kasus intoleransi di Indonesia sudah dalam taraf mengancam demokrasi.
“Sejak beberapa tahun terakhir, Indonesia dinodai banyak aksi intoleransi dan persekusi ke kelompok minoritas, baik minoritas agama, gender, maupun minoritas seksual,” ujar Ricky.
Dia menegaskan Capres-Cawapres penting memaparkan gagasan dan sikap mereka mengenai solusi mengatasi persoalan intoleransi dan diskriminasi dan merawat kemajemukan di Indonesia.
Sedangkan isu prinsip negara hukum penting dibahas oleh capres-cawapres karena, menurut Ricky, penegakan keadilan di Indonesia masih bermasalah. Dia mencontohkan, selama ini masih ada eksekusi mati yang tidak sesuai prosedur, korupsi di tubuh lembaga peradilan, pembubaran paksa diskusi hingga penggerebekan sewenang-wenang ke kelompok tertentu.
Ricky juga menilai mandeknya pengusutan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu dan kasus lain seperti penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan menandakan penerapan prinsip negara hukum masih lemah.
“Di debat pertama, kedua pasangan capres dan cawapres harus bisa menguraikan agenda mereka ketika terpilih dalam hal penguatan rule of law (prinsip negara hukum). Debat capres dan cawapres tidak boleh menjadi acara formalitas belaka,” kata Ricky.
Sementara Anggota Tim Pakar bentukan TKN, Yusril Ihza Mahendar menyatakan salah satu keputusan rapat itu adalah menunjuk Ma’ruf untuk berbicara mengenai topik terorisme dalam debat pada Kamis 17 Januari 2019.