Iklan Baris :
Ingin Pasang Iklan, Klik disini - Ingin Koreksi, Klik Teks ini

JURNALISTIK dan Organisasi PROFESI (Bagian 1)

Reporter: Marthen Radja
CitraNews

Dia mengatakan bahwa:
Makanan sampah memang nyaman dan rasanya enak pada cicipan pertama, tetapi popularitasnya menimbulkan pertanyaan jangka panjang tentang kesehatan masyarakat.

Begitu juga dengan journalisme sampah (“Junk food may be convenient and taste OK at the first bite, but its popularity raises longer term questions of public health. So too with junk journalism”).

Hemat saya dengan profesi jurnalistik yang sehat maka apa yang dikatakan Hargreaves mudah diprediksi dan diantisipasi.

Untuk itu gejala seperti ini seharusnya menjadi topik diskusi yang penting seputar profesi dan kinerja jurnalistik.

Sebagai fakta linguistik, kata profesi pada mulanya merujuk pada pernyataan atau sumpah yang khidmat, a solmen vow, yang kemudian berarti profesi dan diakui sebagai keahlian dan atau panggilan. Terutama seseorang yang telah menjalankan pelatihan yang lama dan memiliki kualifikasi.

Baca Juga :  Bupati ROBY Jalin Kerjasama dengan PEMKAB Kutai Barat

Konsep profesi ini disimpulkan dalam Kamus Umum bahasa Indoensia sebagai “bidang pekerjaan yang berdasarkan pendidikan dan keahlian.”

Namun profesi juga dimaknai sebagai proses sosial dalam perkembanganya. Di dalamnya, seseorang mengembangkan nilai dan norma secara bersama-sama.

Ini adalah kode etik yang disepakati sebagai kompetensi yang harus dipraktikkan setiap orang. Menghormati kriteria ini membedakan seseorang yang profesional dari orang awam.

Dalam hal jurnalisme, sebagian besar literatur berfokus pada kriteria pemilihan berita, nilai berita, dan pandangan tentang item berita sebagaimana diterapkan di media arus utama.

Baca Juga :  Workshop Ajang UPTD Taman Budaya NTT 'Menggali' Seni Budaya Etnik

Sebagai sebuah organisasi, diperlukan beberapa ketelitian, seperti headline yang mencerminkan isi berita. Juga, gambar harus mencerminkan sebauah peristiwa.

Profesionalisme juga termasuk menghindari sensasionalisme. Selain itu, wartawan sudah seharusnya bisa membedakan laporan berita dan jurnalisme opini dalam pengumpulan dan pelaporan berita sehari-hari.

Oleh karena itu, integritas profesi jurnalistik akan dipertanyakan bila dengan tahu dan mau menyimpang dari kebenaran-kebenaran ini.

Ada masa di mana profesi jurnalistik mengalami pasang surut. Dalam pasang surut itu tampil Nicolas Tomalin, reporter bintang untuk Sunday Times, yang tewas dalam perang Yom Kippur tahun 1973, menasehati calon wartawan.

Baca Juga :  Dekranasda NTT Merubah POTENSI Jadi Sumber EKONOMI Baru Masyarakat 

Bahwa ‘satu-satunya kualitas penting untuk kesukesan nyata dalam jurnalisme adalah licik seperti tikus, satu cara yang masuk akal dan sedikit kemampuan sasatra.’ (‘the only qualities essential for real success in journalism are ratlike cunning, a plausible manner and a little.)

H.L. Mencken, ikonoklas besar Baltimore, menganggap jurnalisme ‘keahlian yang harus dikuasai dalam empat hari dan ditinggalkan pada tanda pertama dari pekerjaan yang lebih baik ‘.

Oleh karena itu, bukanlah perbandingan yang dibesar-besarkan di antara jurnalis, dokter, ilmuwan, dan pengacara. (bersambung) +++ */citra-news.com