Iklan Baris :
Ingin Pasang Iklan, Klik disini - Ingin Koreksi, Klik Teks ini

Di Balik PENTINGNYA Vaksinasi RUBELLA

CitraNews

Anaknya kini bersekolah di SLB kawasan Cipete. Ia sudah duduk di bangku kelas lima sekolah dasar dan aktif mengikuti kegiatan bela diri di sekolahnya. Yunellia masih menyokong putranya dengan beragam terapi dan alat bantu guna menunjang tumbuh kembang. Ia sudah mulai menggunakan alat bantu dengar pada umur 3 bulan, melakukan operasi katarak di umur 16 bulan, dan masih melakukan terapi wicara di luar jam sekolah.

Tak terhitung sudah berapa banyak tenaga, waktu, dan biaya harus tercurah untuk buah hatinya. Untuk pengobatan medisnya saja, sampai saat ini mereka telah menghabiskan dana lebih dari Rp600 juta. Bisa dibayangkan, bagaimana nasib anak-anak dengan CRS yang terlahir dari keluarga menengah ke bawah. Sangat mungkin mereka luput dari fasilitas penunjang dan penanganan medis untuk memaksimalkan tumbuh kembang.

Berangkat dari pengalaman pribadinya, Yunellia bertekad untuk memberi lebih banyak edukasi tentang rubella kepada masyarakat. Akhirnya pada 2013, ia bersama dua rekannya membuat komunitas bernama Rumah Ramah Rubella. Harapannya sederhana, agar semua lapisan masyarakat peduli vaksin rubella, termasuk dokter, agar para ibu hamil bebas rubella, agar tak ada lagi bayi-bayi yang lahir dan harus menanggung beban seperti putranya.

Baca Juga :  PPKM Level Empat BERLANJUT, Angka SEMBUH Covid19 BERTAMBAH

“Lebih baik vaksin dengan biaya ratusan ribu, dibanding harus menanggung ratusan juta seperti saya.”

Mengapa harus Vaksin?

Di Jepang, pada 1976 hingga 1944 telah memasukkan vaksinasi rubella sebagai program imunisasi nasional. Kala itu hanya anak perempuan berumur 12-15 tahun yang wajib ikut program. Alasannya, tentu mencegah risiko terjadinya CRS yang menular lewat ibu hamil. Menurut paparan Yoshiyuki Sugishita, dkk dalam penelitian berjudul Ongoing rubella outbreak among adults in Tokyo, Japan, June 2012 to April 2013 (2013), program imunisasi rubella baru diikuti semua anak usia 12-90 bulan pada 1995.

Baca Juga :  TAMAN DEDARI, Resto KELOR Pertama di INDONESIA

Jepang mungkin sudah lebih dulu melek dampak rubella dengan menerapkan program vaksin sejak 1970-an. Namun, strategi preventif mereka kurang tepat di awal. Mugen Ujiie, Koji Nabae, dan Tokuaki Shobayashi dalam laporan mereka di 2014 bertajuk Rubella outbreak in Japan melaporkan terjadinya wabah rubella di Jepang pada 2012-2013.

Baca Juga :  SADARKAN Warga, Keluarga JERIKO Sodorkan TELADAN Vaksinasi

Sekitar 15 ribu kasus rubella dan 43 kasus CRS dilaporkan ke National Epidemiological Surveillance of Infectious Diseases (NESID) di Jepang, antara 15 Oktober 2012 hingga 2 Maret 2014. Kemunculan kembali rubella di Jepang terutama menjangkiti pria berusia 35-51 tahun yang notabene tidak mendapat vaksin rubella pada periode tahun 1976-1944. Secara geografis, lebih dari 80 persen kasus dilaporkan di Tokyo, Osaka, dan daerah sekitar.

“Penyakit bisa musnah tapi muncul kembali karena masih ada faktor-faktor pembawanya, termasuk orang-orang yang belum sembuh benar,” kata dr. Kardiana Purnama Dewi, spesialis penyakit kulit dan kelamin dari RSPI.