Hal kedua, soal bapak gubernur sarankan supaya kami alih profesi saja. Memang ini saran positif. Kalau ribuan guru honor ini harus beralih profesi saya kira agar sulit. Karena ada banyak guru yang sudah mengajar puluhan tahun. Kalau harus alih profesi jadi wira usaha, saya kira sebagai pemerintah saran yang seperti ini bukan jalan keluar yang terbaik. Karena kalau saja mau beralih profesi mungkin ketika awal-awal tahun guru yang bersangkutan mengajar. Tapi sudah puluhan tahun, bisa dibayangkan. Itu artinya guru yang bersangkutan dengan semangat yang ada dalam dirinya adalah dedikasi. Bukan soal seberapa besar gaji honor yang dia dapat.
Dengan berdedikasi tinggi yang memanusiakan manusia itu bukan perkara mudah. Menciptakan sumber daya manusia yang berakhlak, atau memiliki moral dan budi pakerti yang luhur, itu adalah tugas guru. Kalau hanya hanya membiarkan guru PNS yang mengajar sangat tidak cukup untuk puluhan ribu sekolah dari semua tingkatan (lembaga) pendidikan yang ada. Apalagi dengan pengangkatan guru PNS ini terbatas dan tidak dilakukan setiap tahun.
Hal yang ketiga, lanjut Saka, terkait dengan tanggung jawab pemerintah daerah. Saran yang positif ini bapak Gubernur Viktor perlu mempertimbangkan berbagai aspek. Diantaranya dari segi usia. Sangat tidak mungkin ada guru yang sudah punya cucu lalu saat ini harus alih profesi. “Kalau saya sendiri siap-siap saja. Asalkan pemerintah daerah sudah siapkan modal dan lokasi usaha. Dan itu hanya mungkin guru honor yang baru-baru dong bisa menerima tawaran bapak Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat. Tapi perlu diingat kewajiban pemerintah adalah bagimana mencari jalan keluar yang terbaik. Bukan memberikan saran seolah-olah pemerintah mau cuci tangan dalam mengurus kesejahteraan para guru honorer,”pungkasnya. +++ cnc1
Gambar : SAKA Nenosaban, Koordinator Aksi Damai para Guru Honor se-Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur, di Aula Fernandes Gedung Sasando di Kupang, Senin 22 Oktober 2018