Iklan Baris :
Ingin Pasang Iklan, Klik disini - Ingin Koreksi, Klik Teks ini
Polkam  

PERGESERAN APBD Produk Kemasan White Colour Crime? (Jilid 2)

CitraNews

Dari aspek belanja, sikap responsive dari pemerintah terhadap catatan FPD mengenai pelaksanaan belanja pada APBD 2018, patut diaberi apresiasi. Bahwa FPD sekali lagi mengigatkan pemerintah agar terus mencermi dari evaliuasi terhadap tatakekola APBD tahun 2018 lalu serta dampak-dampaknya bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat NTT.

Karena itu FPD berharap agar pemerintah (eksekutif) saat ini tidak justeru menjadi makin mencemaskan bagi rakyat dalam hal efisiensi anggaran serta tatakelola belanja daerah yang baik dan berkualitas.

FPD juga tentu cemas dengan tingginya tingkat mobilitas kunjungan dan kegiatan ke daerah oleh Gubernur dan Wagub NTT  beserta rombongan yang besar. Ini sudah tetu berdampak pada alokasi belanja bagi kepentingan-kepentingan semacam ini.  Apalagi saat ini dibentuk pula berbagai Tim Percepatan Pembangunan Daerah pada berbagai sector dan komoditi dalam jumlah yang tidak sedikit juga.

Foto Ir. Yohanis Tay Ruba, M.Si, Mantan Kadis Pertanian Provinsi NTT. Doc. CNC/marthen radja

FPD mencontohkan dalam APBD di Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi NTT (merger dari Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan) yang sedang berjalan saat ini, Pengembangan Kelor (Marungga) menjadi salah satu program unggulan.  Mengapa. Karena ‘Pohon Setan’ namun bernilai gizi tinggi ini selain program unggulan dan menjadi prioritas dalam rangka peningkatan ekonomi masyarakat. ‘Emas Hiaju’ yang diungkapkan sang gubernur sebagai symbol Revolusi Hijau NTT  dan Penurunan Stunting (Gizi Buruk) ini, justeru dialokasikan hanya 700-an juta lebih saja.

Baca Juga :  PILKADA Serentak 23 September 2020 ‘Makan’ Biaya 9 Miliar Lebih

Kondisi ini berbanding terbalik dengan Pidato Perdana Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat dalam Sidang Parpurna Istimewa DPRD Provinsi NTT Senin 5 September 2018. Sang orator  Gubernur memberikan pesan tegas dan berisikan penuh pengharapan bagi rakyat NTT, bahwa Marungga (kelor) akan dikembangkan menjadi sumber devisa baru bagi Nusa Tenggara Timur. Kelor menjadi pohon masa depan yang diandalkan untuk mengatasi kekurangan gizi dan stunting yang mencemaskan. Tumbuhan Kelor di NTT adalah yang terbaik di dunia. Sehingga bisa membuatnya menjadi ‘Emas Hijau’ yang bernilai ekonomi tinggi.

Tapi apa lacurnya, belum juga genap setahun jabatan, Kelor sang Pohon Emas Inspirasi Revolusi Hijau ini sudah dilupakan dalam alokasi prioritas APBD NTT tahun 2019. Sayangnya Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Perkebunan selaku pelaksana program dibuat tidak berkutik.  Jika saja harus berargumentasi maka jabatan adalah taruhannya. Faktanya ketika awal tampuk kekuasaaan ‘diover’ ke Gubernur dan Wakil Gubernur NTT periode 2018-2023, dinas itu telah merancangbangun program dan penganggaran untuk pengembangan dan budidaya tanaman kelor. Tapi hasil akhirnya nihil juga. Anakan kelor dari pembibitan yang dilakukan dinas bukannya untuk ditanam di kebun contoh lahan yang disiapkan. Namun dibagi-bagi ke instansi pemerintah lingkup Pemprov  untuk ditanam. Akan tetapi tanaman itu sekadar pamer dan mendapat pujian dari sang gubernur dalam mempromosi dan atau mempertahankan jabatan. Salah satu contohnya tanaman kelor oleh Dinas Pariwisata Provinsi NTT kini tinggal batang tanpa tunas dan berserakan di halaman belakang kantor di dinas itu.

Baca Juga :  NTT Harus Punya TENAGA Kerja BERKUALITAS

“Kami dari dinas ini (Dinas Pertanian, red) sudah melakukan pembibitan kelor. Sudah sekitar 50 ribu anakan yang kami sediakan untuk dikembangkan di kebun-kebun contoh di lahan milik pemerintah dan masyarakat. Pada awal musim hujan sudah bisa ditanam di wilayah Kabupaten Kupang. Penanaman perdana nantinya dilakukan oleh bapak gubernur Viktor,”jelas Ir. Yohanis Tay Ruba (saat ini Non Job dari kepala dinas), di ruang kerjanya November 2018 lalu.

Foto Ribuan polibek anakan Kelor  di halaman Kantor Dinas Pertanian Provinsi NTT. Doc. CNC/marthen radja

Menjawab citra-news.com besaran alokasi dana APBD Provinsi untuk pengembangan tanaman kelor ini, Anis-demikian ia akrab disapa, diajukan sekitar 12 miliar lebih. Dana yang ada selain pengembangannya melalui system monokultur di perkebunan rakyat. Juga tanaman kelor dijadikan tanaman sela (aleokroping). Termasuk belanja peralatan contoh mesin pengolahan kelor (pengeringan kelor dan mesin penggilas biji kelor) dan lain-lain.

Baca Juga :  FKPKB NTT Segera Helat TOUR de Timor dan Balap SEPEDA Nasional

“Sekarang sudah ada pengusaha yang melirik untuk pengembangan tanaman kelor. Salah satunya pak Chris Liyanto yang punya perkebunan kakao di Sumba itu kini berbalik arah ke usaha pengembangan kelor. Bahkan beliau sudah mengirim 30 tenaga kerja ikut pelatihan ke Jawa. Para tenaga trampil ini nanti sebagai TOT (trainer of training) bagi masyarakat dalam usaha bisnis tanaman kelor ini,”tutur Anis.

Foto Samuel Haning, SH,MH dan beberapa ASN asyik menyimak pemaparan Jubir dari 9 Fraksi di DPRD NTT pada sidang paripurna di Ruang Kelimutu Gedung 2 DPRD Provinsi NTT di Jalan Polisi Militer Kupang-Timor NTT, Jumat 21 Juni 2019. Doc. CNC/marthen radja