Tapi kalau tenun ini, tidak ada modelnya yang dapat dilihat secara kasat mata, itu abstrak. Modelnya (motifnya, red) ada di kepala para penenun.
“Dilihat secara kasat mata modelnya (motif, red) tidak ada. Tapi parah penenun NTT (umumnya perempuan) di manapun dia berada, atau tinggal di rumah yang tidak sama dan tidak punya hubungan sama sekali. Tapi begitu produknya keluar, hasilnya sama. Itu mencirikan orang hebat dengan tingkat intelektual yang sangat tinggi.
“Jadi ini bukan hasil karya kerajinan tangan, tapi karya intelektual dari perempuan-perempuan Timor, Sumba, Flores, Alor, Sabu, Rote Ndao, Adonara, Lembata dan lain-lain. Produk ini tidak dibuat dari pola-pola yang sudah konkret yang kita bisa liat dan tiru. Tapi itu semua polanya lahir dari imajinasi pembuatnya. Itu ciri orang pintar,” jelas Gubernur Viktor.
Pada kesempatan itu Gubernur Viktor memberikan apresiasi kepada Bank Indonesia yang telah menginisiasi kegiatan festival yang bertemakan Tenun NTT Goes to Cities Life.
Pemakaian Kain Tenun Secara Masif
Mantan anggota DPR RI ini juga mengajak seluruh masyarakat untuk lebih mencintai tenun NTT.
“Kita harus mencintai milik kita sendiri dulu, baru orang lain dapat menikmati dan menghargainya. Kita tidak boleh hanya jual tenun tapi juga memakainya,” tegasnya berulang.
Dikatakannya, pertumbuhan ekonomi kita harusnya juga bisa didukung pertumbuhan produksi dengan cara mengatur bagaimana tenun itu dipakai di seluruh kabupaten/kota.